A.    Konsep Konseling Realita

1.      Konsep Dasar

Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, masing-masing individu juga memiliki kebutuhan yang beragam, dimana kebutuhan tersebut bersifat unik pada masing-masing individu, dan tentu saja keinginan atau kebutuhan tersebut terkadang berbeda dengan individu yang lain. Ketika seseorang dapat memenuhi apa yang diinginkan, kebutuhan tersebut terpuaskan dan  tentu saja ia akan merasa senang. Tetapi, jika apa yang diperolehnya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan sangat  bertolak belakang dari apa yang dibutuhkan, maka orang tersebut akan frustasi, dan pada akhirnya akan terus memunculkan perilaku baru sampai keinginannya terpuaskan dan merasa benar-benar terpenuhi. Artinya, ketika timbul perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang diperoleh, membuat individu terus memunculkan perilaku-perilaku yang spesifik,  yang  membuatnya terlihat berbeda dengan yang lain.

Jadi, perilaku yang dimunculkan oleh masing-masing individu ada tujuannya, yaitu dibentuk untuk mengatasi hambatan antara apa yang diinginkan dengan apa yang diperoleh, atau muncul karena dipilih dan diinginkan sendiri oleh individu. Perilaku manusia  merupakan perilaku total (total behavior), atau perilaku sepenuhnya yang terdiri dari doing (melakukan), thinking (berpikir), feeling (Merasakan) dan psysiology (fisiologis). Oleh karena perilaku yang dimunculkan adalah perilaku yang bertujuan dan dipilih sendiri, maka Glasser menyebutnya dengan teori kontrol.

2.      Tujuan – tujuan terapeutik

Sama dengan kebanyakan system terapiutik, tujuan umum terapi realita adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kematangan ini mnyiratkan bahwa orang – orang mampu bertangung jawaba  atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan rencana – rencana yang bertanggung jawab dan realitas guna mencapai tujuan – tujuan mereka. Terapi realitas membantu orang – orang dalam menentukan dan meperjelas tujuan – tujuan mereka. Selanjutnya, ia membantu mereka dalam menjelaskan cara –cara merka menghambat kemajuan kea arah tujuan – tujuan yang ditentukan oleh mereka sendiri, terapis membantu klien sendiri yang menetapkan tujuan – tujuan terapi.

            Glasser dan zunin (1973) sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan – tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan – tujuan itu harus di ungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual alih – alih dari segi tujuan – tujuan behavioral karena klien harus menentukan tujuan – tujuan itu bagi dirinya sendiri. Mereka menekankan bawha criteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada tujuan – tujuan yang ditentukan oleh klien. Meskipun tidak ada criteria yang kaku yang pencapaiannya menandai selesainya terapi, criteria umum mengenai pencapaian tingkah laku yang bertanggung jawab dan pemenuhan tujuan – tujuan klien menunjukan bahwa klien mampu melaksanakan rencana – rencana secara mandiri dan tidak perlu lagi diberi treatment.

Tujuan konseling realitas adalah sebagai berikut :

1.      Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.

2.      Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

3.      Mengembangkan rencana - rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4.      Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.

5.      Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.

Dalam proses konseling terdapat beberapa fase yaitu sebagai berikut

1.      Keterlibatan

Glasser enekankan pentingnya keterlibatan kkemampuan konselor untuk terlibat merupakan keterampilan utama dalam melaksanakan konseling. Konselor dapat menggunakan ungkapan pribadi (saya, kami, kita) dan meminta klien untuk menggunakannya. Dalam hal ini konselor tidak mengaggap konseli sebagai orang ketiga (dia, mereka). Memusatkan perhatian pada masalah hanya akan menghambat kemajuan, sebab hanya akan membuat klien melibatkan diri dengan diri sendiri. Untuk itu sebaiknya membicarakan aspek – aspek lain dari kehidupan klien yang dirasa merupakan kelebihan – kelebihannya. Pembicaraan yang menyenangkan dalam berbagai hal merupakan cara yang terbaik untuk membantu orang menjadi terlibat dalam pembicaraan.

2.      Anda adalah tingkah laku (you are behavior)

Glasser percaya bahwa perubahan bagaimana orang merasa mengikuti perubahan tingkahlakunya. Dalam menangani klien yang berkata: “saya sangat tidk bahagia” konselor tidak menyuruhnya untuk meneliti keadaan emosionalnya atau berapa lama ia merasa seperti itu. Konselor memusatkan pada tingkahlaku dan bertanya “apa yang anda lakukan yang membuatmu tidak bahagia?”. Kadang – kadang konselor bermaksud mempertimbangkan kesadaran klien melalui pernyataan: “sekarang anda telah menceritakan tingkahlakumu saat ini. Apakah usahamu bila ada perasaan yang lebih menceritakan tingkahlakumu ini. Apakah usahamu bila ada erasaan yang lebih jelek dari itu? Pertanyaan ini dirancang untuk memusatkan pada modal tingkah laku yang dimiliki klien. Jadi fase yang kedua dirancan untuk membantu klien menyadari adanya tingkahlaku yang merusak diri dan modal tingkahlaku.

3.      Belajar kembali (relearning)

Setelah keterlibatan konseli terjadi konselor dapat mulai membantu konselimelihat bagaimana tingkahlaku terakhir yang tidak realistis, menolak tingkah lakuyang tidak bertanggungjawab, dan terakhir mengajari klien cara – cara yang lebih baik dalam menemukan kebutuhannya di dunia nyata.

B.     Prosedur dan Teknik Konseling Realita

1.      Sistem WDEP

Sistem WDEP terdiri atas empat tahap yaitu wants (keinginan), doing (melakukan), evaluation (penilaian), dan planning (merencanakan). W berarti keinginan, kebutuhan, dan persepsi konseli. Pada tahap W, konselor mengidentifikasi apa yang diinginkan konseli dalam kehidupan dengan mengajukan pertanyaan seperti ”Apa yang kamu inginkan?” (dari belajar, keluarga, teman-teman, dan lain-lain). D berarti apa yang dilakukan konseli dan arah yang dipilih dalam hidupnya. Pada tahap tersebut, konselor membantu konseli mengidentifikasi apa yang dilakukannya dalam mencapai tujuan yang diharapkan dengan mengajukan pertanyaan antara lain ”Apa yang kamu lakukan?” dan mengidentifikasi arah hidupnya dengan mengajukan pertanyaan ”Jika kamu terus menerus melakukan apa yang kamu lakukan sekarang, akan ke mana kira-kira arah hidupmu?” E berarti melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan akhir-akhir ini. Pada tahap ini, konselor membantu konseli melakukan penilaian diri untuk menentukan keefektivan apa yang dilakukan bagi pencapaian kebutuhannya. Untuk itu, konselor dapat menggunkan pertanyaan antara lain ”Apakah yang kamu lakukan akhir-akhir ini dapat membantumu memenuhi keinginanmu? P berarti membuat rencana perubahan perilaku. Pada tahap ini, konselor membantu konseli merencanakan pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggung jawab bagi pencapaian kebutuhannya.

a.       Want (keinginan) menanyai konseli terkait keinginan, kebutuhan, persepsi dan tingkat komitmennya.

Konselor realitas membantu konseli dalam menemukan keinginan dan harapan mereka. Semua keinginan terkait dengan lima kebutuhan dasar. Mereka bertanya, "Apa yang kau inginkan?" Melalui konseling dengan konselor, konseli dibantu dalam mendefinisikan apa yang mereka inginkan dari proses konseling dan dari dunia di sekitar mereka. Hal ini berguna untuk konseli untuk mendefinisikan apa yang mereka harapkan dan inginkan dari konselor dan dari diri mereka sendiri. Bagian dari konseling terdiri dari menjelajahi "album foto", atau kualitas dunia konseli, dan bagaimana perilaku yang mereka tunjukan untuk menggerakan persepsi mereka tentang dunia luar lebih dekat ke dunia batin mereka dari keinginan.

Konseli diberi kesempatan untuk mengeksplorasi setiap aspek kehidupan mereka, termasuk apa yang mereka inginkan dari keluarga, teman, dan pekerjaan. Selanjutnya, eksplorasi keinginan, kebutuhan, dan persepsi ini harus terus sepanjang proses konseling sebagai gambar konseli berubah.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang berguna untuk membantu konseli menentukan apa yang mereka inginkan:

·         Jika Anda adalah seseorang yang Anda inginkan, orang seperti apa yang Anda inginkan?

·         Keluarga seperti apa yang Anda inginkan jika keinginan Anda dan mereka (keluarga Anda) cocok?

·         Apa yang akan Anda lakukan jika Anda sudah menjadi seperti yang Anda inginkan?

·          Apakah Anda benar-benar ingin mengubah hidup Anda?

·         Apa yang Anda lakukan jika Anda tidak seperti yang Anda inginkan?

·         Apa yang menghentikanmu untuk berubah seperti yang kamu inginkan?

Alur pertanyaan menetapkan panggung untuk menerapkan prosedur lain dalam kenyataan konseling. Ini adalah seni untuk konselor mengetahui pertanyaan apa yang harus ditanyakan, bagaimana meminta mereka, dan ketika meminta mereka.

b.      Doing and Direction (Melakukan dan Arah)

Tahap kedua adalah “apa yang dilakukan” dan “kemana arah perilaku”, dalam hal ini mencakup 4 komponen perilaku total yaitu, tindakan, pikiran, perasaan, dan fosiologi. Dalam melakukan hal tersebut terapis (konselor) realita yang terampil berusaha untuk berpindah dari yang umum ke yang lebih spesifik: yaitu, dari hal yang umumnya dilakukan konseli ke hal yang secara spesifik dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan, dan bahkan bagaimana keadaan konseli secara fisik (sakit kepala, ketegangan, kelelahan, dan sebagainya).

Konseling realitas menekankan perilaku saat ini dan berkaitan dengan peristiwa masa lalu hanya sejauh mereka memengaruhi bagaimana konseli berperilaku sekarang. Fokus pada saat ini ditandai dengan pertanyaan begitu sering diminta oleh konselor realitas: "Apa yang kamu lakukan?" Meskipun masalah mungkin berakar di masa lalu, konseli perlu belajar bagaimana berurusan dengan mereka di masa sekarang dengan belajar lebih baik cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. masa lalu mungkin akan dibahas jika hal itu akan membantu konseli merencanakan untuk esok yang lebih baik. Tantangan konselor adalah membantu konseli membuat lebih banyak pilihan kebutuhan yang memuaskan.

Awal dalam konseling adalah penting untuk mendiskusikan dengan konseli arah keseluruhan dari kehidupan mereka, termasuk di mana mereka akan pergi dan apa perilaku yang akan mereka ambil. Eksplorasi ini adalah awal untuk evaluasi berikutnya dari apakah itu adalah arah yang diinginkan. Konselor memegang cermin sebelum konseli dan bertanya, "Apa yang Anda lihat sendiri sekarang dan di masa depan?" Seringkali membutuhkan beberapa waktu untuk merefleksi ulang agar lebih jelas bagi konseli sehingga mereka secara verbal dapat mengekspresikan persepsi mereka.

Konseling realitas berfokus pada memperoleh kesadaran dan mengubah perilaku yang menyeluruh. Untuk mencapai hal ini, realitas konselor fokus pada pertanyaan seperti ini: "Apa yang kamu lakukan sekarang?", "Apa yang Anda benar-benar melakukan di Minggu ini?", "Apa yang ingin anda lakukan secara berbeda diminggu terakhir ini?", "Apa yang berhenti Anda dari melakukan adalah yang kau bilang kau ingin lakukan? ", "apa yang akan Anda lakukan besok?"

c.       Evaluation (Evaluasi) menolong konseli mengevaluasi dirinya sendiri

Evaluasi diri sendiri dilakukan oleh konseli merupakan inti dari terapi realita dan pada umumnya mendapat penekan terbesar dalam proses konseling. Konseli diminta melakukam evaluasi mendalam mengenai perilaku spesifiknya sendiri: seperti ”apakah yang Anda lakukan bisa membantu atau justru menyulitkan Anda untuk mencapai yang Anda inginkan?”. konseli juga diminta mengevaluasi secara luas ketepatan dan kemampuan mencapai keinginan-keinginan, persepsinya, tingkat komitmennya, arah perilakunya, pikirannya atau pembicaraan dengan diri sendiri, tempat kesadaran yang dipersesikannya, keefektifan rencana. Konselor realita dapat mengajukan pertanyaan seperti:

·         Apakah yang Anda lakukan membuat Anda semakin dekat dengan orang-orang yang Anda butuhkan?

·         Apakah yang Anda lakukan membantu atau menyakiti Anda?

·         Apakah yang Anda lakukan sekarang sesuai yang ingin Anda lakukan?

·         Apakah perilaku Anda bekerja untuk Anda?

·         Apakah ada kesesuaian yang sehat antara apa yang Anda lakukan dan apa yang anda percaya?

·         Apakah apa yang Anda lakukan terhadap aturan?

·         Apakah apa yang Anda inginkan realistis atau dapat dicapai?

·         Apakah itu membantu Anda untuk melihat seperti itu?

·         Bagaimana komitmen Anda untuk proses konseling dan untuk mengubah kehidupan anda?

Pertanyaan di atas merupakan batu pertama system WDEP dan sebagaimana aspek lain dalam konseling, semua hal itu perlu ditanyakan dengan empati, kepedulian, dan perhatian positif pada konseli. Konselor meminta konseli untuk mengevaluasi setiap komponen dari perilaku keseluruhan mereka adalah tugas utama dalam konseling realitas. Ini adalah tugas konselor untuk mendapatkan konseli mengevaluasi kualitas tindakan mereka dan untuk membantu mereka membuat pilihan yang efektif. Individu tidak akan berubah sampai mereka terlebih dahulu memutuskan bahwa perubahan akan lebih menguntungkan. Tanpa penilaian diri yang jujur, tidak mungkin bahwa konseli akan berubah. Konselor realitas yang tak kenal lelah dalam upaya mereka untuk membantu konseli melakukan eksplisit evaluasi diri dari masing-masing komponen perilaku. Ketika konselor meminta konseli berpikir jika perilaku ini membantu dalam jangka panjang, mereka memperkenalkan gagasan pilihan kepada konseli. Proses evaluasi dilakukan, pikiran, perasaan, dan komponen fisiologis dari perilaku total dalam lingkup tanggung jawab konseli.

d.      Planning (Rencana) membantu konseli membuat rencana tindakan

Proses system WDEP mencapai puncaknya saat membantu konseli membuat rencana tindakan. Fokusnya lebih pada tindakan karena tindakan merupakan komponen perilaku total (tindakan, pikiran, perasaan, dan fisiologi). Banyak pekerjaan yang signifikan dari proses konseling melibatkan membantu konseli mengidentifikasi cara-cara khusus untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka. Setelah konseli menentukan apa yang mereka ingin berubah, mereka umumnya siap untuk mengeksplorasi perilaku lain yang mungkin dan merumuskan rencana dan aksi. Proses menciptakan dan melaksanakan rencana memungkinkan orang untuk mulai mendapatkan kontrol yang efektif atas kehidupan mereka. Jika rencana itu tidak bekerja, karena alasan apapun, konselor dan konseli bekerja sama untuk menyusun rencana yang berbeda. Rencananya memberikan konseli titik awal, tumpuan hidup, tapi rencana bisa dimodifikasi sebagai kebutuhan. Keseluruhan tahap perencanaan ini, konselor terus mendesak konseli untuk bersedia menerima konsekuensi untuk pilihannya sendiri dan tindakan.

Wubbolding berpendapat bahwa konseli mendapatkan kontrol yang lebih efektif atas hidup mereka dengan rencana yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

·         Rencananya dalam batas-batas motivasi dan kapasitas konseli. konselor terampil bantuan konseli mengidentifikasi rencana yang melibatkan kebutuhan yang lebih besar memenuhi imbalan. Konseli mungkin diminta, "Apa rencana yang Anda buat sekarang yang akan menghasilkan kehidupan yang lebih memuaskan?"

·         Rencana yang baik adalah sederhana dan mudah dimengerti. Meskipun mereka harus spesifik, konkret, dan terukur, rencana harus fleksibel dan terbuka untuk revisi sebagai konseli mendapatkan pemahaman yang lebih dalam spesifik perilaku mereka ingin diubah.

·         Rencana melibatkan kursus positif tindakan, dan dinyatakan dalam hal apa konseli bersedia melakukan. Bahkan rencana kecil dapat membantu konseli mengambil langkah-langkah yang signifikan menuju perubahan yang diinginkan.

·         Konselor mendorong konseli untuk mengembangkan rencana bahwa mereka dapat melaksanakan secara independen dari apa yang orang lain lakukan. Rencana yang tergantung pada orang lain menyebabkan konseli untuk merasakan bahwa mereka tidak kemudi kapal mereka sendiri tetapi pada belas kasihan dari laut.

·         Rencana yang efektif berulang-ulang dan idealnya dilakukan setiap hari.

·         Rencana dilakukan sesegera mungkin. Konselor dapat mengajukan pertanyaan, "Apa anda bersedia melakukannya hari ini untuk mulai mengubah hidup Anda?"

·         Rencana melibatkan kegiatan proses berpusat. Misalnya, konseli dapat merencanakan untuk melakukan hal berikut: melamar pekerjaan, menulis surat kepada teman, mengikuti kelas yoga, mengganti makanan bergizi untuk junk food, mengabdikan 2 jam seminggu untuk relawan bekerja, atau berlibur bahwa mereka telah ingin.

·         Sebelum konseli melaksanakan rencana mereka, itu adalah ide yang baik bagi mereka untuk mengevaluasi dengan konselor mereka untuk menentukan apakah itu realistis dan dapat dicapai dan apakah hal ini berkaitan dengan apa yang mereka butuhkan dan inginkan. Setelah rencana telah dilakukan dalam kehidupan nyata, hal ini berguna untuk mengevaluasi lagi dan membuat revisi yang mungkin diperlukan.

·         Untuk membantu konseli berkomitmen untuk rencana mereka, hal ini berguna bagi mereka untuk menegaskan itu secara tertulis

2.      Teknik Konseling Realita

Konselor yang berorientasi konseling realita cenderung eklektik dalam menggunakan teknik-teknik konseling. Namun, ada beberapa teknik yang sering digunakan konselor untuk membantu konseli dalam proses konseling. Teknik-teknik tersebut antara lain;

a.       Melakukan permainan peran (role playing) dengan konseli

Metode permainan peran cocok untuk menilai masalah interpersonal, konselor mengadopsi peran seseorang yang mengalami masalah bersama konseli. Role-playing memberikan konselor sampel dari perilaku bermasalah, meskipun dalam situasi buatan. Ketika konselor menilai dua orang konseli, keduanya diminta untuk membahas isu-isu terpilih yang memungkinkan konselor untuk mengamati dari dekat tingkat keterampilan interpersonal serta kemampuan mereka dalam menyelesaikan konflik.

b.      Menggunakan humor

Ketika konselor mencoba membina hubungan yang baik dengan konseli, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah menggunakan humor. Biasanya konselor membuat kesempatan untuk bisa menertawakan diri sendiri, yang kemudian dapat mendorong konseli untuk melakukan hal yang sama. Humor dapat membantu konseli mengurangi tekanan kekecewaan karena rencana yang gagal. Ketika konselor dan konseli dapat berbagi candaan, mereka juga dapat menyamakan kemampuan dan berbagi kebutuhan (kesenangan). Sampai-sampai humor dikatakan dapat menciptakan rasa puas yang lebih besar ketika dapat membina hubungan yang baik, juga membantu memenuhi kebutuhan konseli dalam hal keterlibatan. Tentu saja, humor tidak bisa dipaksakan. Penggunaan humor sangat bergantung dengan kemampuan konselor.

c.       Mengajukan pertanyaan-pertanyaan (questioning)

Pertanyaan pada konseling realita memiliki peran penting untuk mengeksplorasi perilaku total konseli, mengevaluasi apa yang dilakukan konseli, dan membuat rencana khusus. Wubbolding (1988, dalam Sharf, 2012) menunjukkan empat kegunaan pertanyaan bagi konselor, yaitu: untuk memasuki dunia batin konseli, untuk mengumpulkan informasi, untuk memberikan informasi, dan untuk membantu konseli melakukan kontrol diri secara lebih efektif. Konselor biasanya melakukan variasi dalam mengajukan pertanyaan agar pertanyaan yang muncul tidak terkesan repetitive dan mekanistik.

Ketika mengumpulkan informasi untuk mengeksplorasi perilaku total atau untuk membantu konseli membuat rencana, sangat pas jika konselor mengajukan pertanyaan spesifik. Wubbolding (1988, dalam Sharf, 2012) juga berpendapat bahwa pertanyaan dapat memberikan informasi secara halus. Pada kondisi semacam ini, pesan yang disampaikan membantu konseli untuk fokus pada perilaku mereka sendiri, mengevaluasi perilaku itu, dan membuat rencana. Terakhir, pertanyaan membantu konseli memilih persepsi mana yang akan difokuskan, perilaku apa yang harus dilakukan, dan cara mengevaluasinya. Namun, Wubbolding (1996, dalam Sharf, 2012) memperingatkan bahwa konselor seharusnya tidak terlalu sering menggunakan teknik mengajukan pertanyaan, tetapi dapat mengintegrasikannya dengan teknik mendengarkan yang reflektif dan aktif, berbagi persepsi, serta dengan pernyataan-pernyataan lainnya.

d.      Paradoxical technique

Dalam terapi realita, membuat rencana dan membuat konseli berkomitmen terhadap rencana tersebut dapat dilakukan secara langsung. Namun, kadang kala konseli menolak untuk melaksanakan rencana yang telah mereka buat sebelumnya. Teknik paradoks memberikan instruksi yang bertentangan kepada konseli (Wubbolding & Brickell, 1998, dalam Sharf, 2012). Perubahan positif bisa diperoleh dari mengikuti beberapa pilihan yang diberikan konselor. Misalnya, konseli yang terobesi untuk tidak membuat kesalahan dalam pekerjaannya dapat diarahkan untuk membuat kesalahan. Ketika konseli mencoba untuk membuat kesalahan, seperti saran konselor, maka konseli telah menunjukkan kontrol atas permasalahannya. Sementara itu, ketika konseli menolak saran yang diberikan konselor, maka perilakunya dikendalikan dan dieliminasi. Teknik paradoks merupakan teknik yang tak terduga dan sulit untuk digunakan.

Ada dua jenis teknik paradoks, yaitu: reframing dan prescriptions (Wubbolding & Brickell, 1998, dalam Sharf, 2012). Teknik paradoks ini membantu konseli merasa bahwa mereka dapat mengontrol dan memilih perilaku mereka. Reframing membantu individu mengubah cara pandang mereka terhadap suatu topik. Reframing dapat membantu konseli melihat perilaku yang sebelumnya tidak diinginkan menjadi diinginkan. Reframing membantu individu melihat perilaku mereka sebagai pilihan. Hal ini mengarahkan kepada arti control yang lebih besar. Paradoxical prescriptions mengacu kepada instruksi kepada konseli untuk memilih satu gejala. Misalnya, jika seseorang sering merasa malu dan memerah, ia dapat bercerita kepada orang lain seberapa mukanya memerah dan seberapa sering ia mengalami hal tersebut. Jika orang tersebut memilih untuk menekan perasaannya, dia diminta untuk menjadwalkan penekanannya-untuk menekan perasaannya pada waktu tertentu. Teknik ini memberikan individu makna dari mengontrol perilaku mereka, merupakan aspek penting dari teori kontrol.

Treatmen paradoks itu kompleks dan dapat menyebabkan kebingungan. Pelatihan dan pembiasaan penting dilakukan sebelum menggunakan teknik ini. Weeks and L’Abate (1982, dalam Sharf, 2012) menemukan bahwa keterlibatan dan keamanan merupakan konsep kunci dalam menggunakan intervensi paradoks. Intervensi ini tidak boleh diterapkan kepada individu yang berbahaya (bunuh diri) atau destruktif (sosiopat). Teknik paradoks yang membingungkan dapat membuat individu yang memiliki ideation paranoid lebih curiga dan kurang percaya. Lebih lanjut lagi, mereka menyatakan bahwa paradoks tidak boleh digunakan dalam situasi krisis, seperti kehilangan seseorang yang dicintai, pekerjaan, atau peristiwa serupa. Meskipun kuat dan berpotensi berbahaya, intervensi paradoks adalah ilustrasi dari pendekatan kreatif yang digunakan konselor untuk membantu konseli lebih mengontrol kehidupan mereka.

e.       Biblioterapi

Bibliotherapy sering disebut juga terapi membaca, yang didalam prosesnya seseorang yang mengalami masalah diminta membaca buku-buku yang bersifat membantu dirinya dan memotivasi agar mempercepat penyembuhan. Membaca mengenai kesulitan orang lain yang sama dengan mereka, dapat memberikan kesadaran dan pemahaman terhadap masalah yang dihadapinya.

Aktivitas membaca dalam bibliotherapy menggunakan buku yang sesuai dengan usia dalam terapi pengobatan dan biasanya dilanjutkan dengan diskusi sesuai dengan topik masalah kehidupan yang sesuai dengan kondisi yang dialami. Terapi pustaka ini mencakup tugas membaca terhadap bahan bacaan yang terseleksi, terencana, dan terarah sebagai suatu prosedur treatment atau tindakan dengan tujuan penyembuhan karena diyakini bahwa membaca dapat mempengaruhi sikap, perasaan, dan perilaku individu sesuai dengan yang diharapkan.

Bibliotherapy menjadi media untuk membantu konseli dalam mengatasi masalah pribadinya. Dalam sebuah proses bibliotherapy interaktif, setidaknya lebih dari satu orang, biasanya profesional guru atau lainnya, memfasilitasi keterlibatan peserta. Bibliotherapy yang dilakukan secara interaktif menekankan perkembangan pertumbuhan pengembangan diri, tidak hanya dalam intervensi klinis saja. Bibliotherpy interaktif menekankan proses interaktif antara anggotanya, dan biasanya seorang guru atau profesional lain memfasilitasi keterlibatan peserta melalui materi tertulis dan kegiatan terkait seperti diskusi kelompok.

f.       Metaphors

Memperhatikan dan menggunakan bahasa konseli dapat sangat membantu dalam memahami komunikasi kepada konseli melalui penggunaan bahasanya (Wubbolding & Brickell, 1998, dalam Sharf, 2012). Misalnya, jika konseli berkata, "Ketika dia pergi, saya merasa seperti atap jatuh menimpa saya," konselor akan menjawab," Apakah rasanya seperti ketika atap jatuh menimpa tubuh Anda?" Jika konseli mengatakan, "Ketika saya mendapat nilai A pada ujian matematika, seluruh dunia tampak lebih cerah," konselor akan merespon, "Apa hal itu nampak seperti cahaya yang dan sinar matahari?" Pada intinya, konselor berbicara secara kongruen dengan persepsi pribadi konseli.

 

C.    Cara Konselor Melibatkan Emosi dalam Konseling Realita

Tugas utama konselor adalah menjadi terlibat dengan konselinya dan kemudian dalam menghadapi konseli ia harus mengusahakan agar konseli mengambil keputusan. Konselor tidak membuat pertimbangan nilai dan keputusan bagi konseli, karena semuanya merupakan tanggung jawab konseli. Tugas konselor dalam hal ini melayani sebagai pembimbinag untuk membantu konseli menaksir tingkahlaku mereka secara realistis. Oleh karena itu konselor harus mengkomunikasikan sejak awal bahwa mereka siap membantu konseli. Glasser menekankan pentingnya kemampuan konselor untuk terlibat merupakan keterampilan utama dalam melaksanakan konseling. Konselor dapat menggumakan ungkapan pribadi (saya, kami, kita) dan meminta konseli untuk menggunakannya. Dalam hal ini konselor tidak menganggap konseli sebagai orang ketiga (dia, mereka).

Topeng-topeng harus dibuka, karena hubungan akan sempurna bila konselor menampilkan dirinya secara tulus. Konselor yang bisa menampilkan ini semua harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

·         Konselor merupakan individu yang bertanggung jawab dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

·         Konselor harus kuat, tidak pernah lepas tangan. Ia harus dapat bersama konseli dalam empati, tidak pernah mencela setiap tingkahlaku konseli yang tidak bertanggung jawab.

·         Konselor harus menjadi orang yang hangat, sensitive, memiliki kemampuan memahami tingkah laku orang lain.

·         Konselor harus dapat berbagi kemampuan dengan konseli, sehingga dapat melihat bahwa setiap individu dapat berbuat secara bertanggung jawab, walaupun kadang-kadang sulit.

Ciri-ciri itu harus tercermin sepanjang proses konseling. Hal yang paling penting dalam menciptakan keterlibatan adalah ceritakan dengan konseli tentang segala sesuatu. Perhatian khususnya ditujukan pada apa yang konseli minati atau yang ia berhasil. Memusatkan pada masalah hanya akan menghambat kemajuan, sebab hanya akan membuat konseli melibatkan diri dengan diri sendiri

 

D.    Ilustrasi Konseling Realita pada Fenomena Tertentu

Ringkasan Masalah Konseli

Hadi adalah mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Malang. Hadi bisa dikatakan sebagai mahasiswa baru karena dia angkatan 2014. Hadi merasakan banyak hal yang berbeda di dalam dunia perkuliahan, yang lebih utamanya adalah cara belajar dan pembelajaran yang ada di dunia perkuliahan. Setahun yang lalu waktu masuk di bangku kuliah Hadi lebih banyak pasif dan tidak pernah aktif mengikuti kegiatan organisasi di sekolah baik intra kampus ataupun kegiatan ekstra kampus lainnya lainnya. Pada suatu hari tibalah Hadi saat presentasi kelompok satu yang sudah dibagi sebelumnya. Hadi presentasi mewakili kelompoknya mempresentasikan apa yang menjadi materi yang akan disampaikan kepada teman-temannya sekelas. Hadi memulai presentasi paling awal, sebelum teman-teman anggota kelompoknya. Hadi gugup dan gemeteran saat berbicara yang pertama sebagai pemateri dalam sebuah presentasi. Hadi takut jangan-jangan apa yang diisampaikan olehnya salah sebab dikelas itu ada dosen pengampu mata kuliah, selain itu juga Hadi juga malu apabila ditertawakan teman-temannya karena kesalahannya. Hadi meremas-remas tangannya karena takut dan tangannya pun berkeringat. Hadi tetap mempresentasikan meteri dengan perasaan yang was-was. Karena takut salah presentasinya hanya membaca pada makalah dari awal sampai akhir hingga presentasi terkesan membaca dan hanya monoton. Perasaan itu selalu terbawa dalam presentasi-presentasi yang selanjutnya.

Pra Konseling

Apa yang perlu dipersiapkan untuk menerima konseli

Persiapan yang dilakukan oleh konselor adalah mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis, artinya konselor harus sehat jasmani berpakaian rapi, sopan dan konselor harus hadir secara hati, pikiran, dan fokus untuk siap membantu dan mendengarkan apa yang menjadi permasalahan konseli. Konselor menyiapkan ruangan konseling senyaman mungkin dan mempersiapkan peralatan-peralatan (alat rekam, buku, bolpoin, tissue, dll) agar proses konseling pun berjalan lancar.

Pembinaan Hubungan

Apa yang dilakukan konselor untuk membina hubungan?

Konselor membangun hubungan sebaik mungkin dengan konseli dengan memberikan sambutan yang menghargai konseli dengan berjabat tangan, mempersilahkan duduk, dan menanyakan kabar atau hal-hal yang berkenaan dengan konseli saat itu, sehingga tercipta rasa saling percaya, keterbukaan, dan pengertian yang mana hal tersebut dapat membantu konselor untuk mengidentifikasi permasalahan yang dialami oleh konseli, kejadian yang mengawalinya, tingkat keparahan, dan frekuensi dalam melakukan tingkah laku bermasalah tersebut.

WDEP

Want

Hadi Menginginkan pada saat presentasi dimanapun, kapanpun dan dengan situasi apapun Hadi bisa lancar dan percaya diri bahwa yang dia lakukan itu benar.

Direct

a.       Thingking (Pikiran)

Pada saat presentasi yang ada dalam pikirana hadi cemas bahwa dia dilihat banyak orang, terkadang dia yang ngomong pertama sehingga dia gugup dengan apa yang dilakukan, takut salah apa yang akan diucapkan, selain itu juga dosen melihat presentasinya sehingga membuat Hadi tambah gugup.

b.      Feeling (Perasaan)

Hadi Merasa takut apabila yang dia sampaikan itu salah dan nanti akan dimarahi oleh dosen dan juga akan ditertawakan oleh teman-teman sekelaasnya. Dia juga malu dengan apa yang dia lakukan apabila tidak bisa berjalan denga baik seperti teman0teman yang lainnya.

c.       Doing (Perilaku)

Akibat dari kecemasannya saat presentasi hadi sering kali meremas-remas tangannya, gagab dalam berbicara dan terkesan terlalu cepat, sering tolah toleh kepada anggota kelompoknya meyakinkan apakah dia melakukan hal yang benar atau tidak. Saat presentasi hadi juga hanya terpaku pada makalah yang disajikan tanpa melepas dari tangannya karena takut salah apa yang dikatakannya.

d.      Fisiologi (Tanda Tubuh)

Rasa kawatir yang begitu kuat, sering kali membuat hadi merasakan keringat dingin, telapak tangannya berkeringat, detak jantung begitu cepat dan kadang-kadang wajahnya pun memerah

Evaluation (3R)

a.       Reality (Kenyataan/ kesesuaian)

Apa yang dilakukan oleh Hadi itu sering terjadi ketika presentasi-presentasi yang lainya karena dia tidak mempersiapkan terlebih dahulu sebelum presentasi itu dimulai. Hal ini yang dilakukan Hadi sehingga saat presentasi berlangsung sering bingung dan gugup.

b.      Responsibility (Tanggung jawab)

Semua yang dilakukan oleh Hadi ini belum bisa dikatakan bertanggung jawab karena sebagai mahasiswa saat akan presentasi seharusnya yang belajar lebih dulu dari awal untuk mempersiapkan presentasi agar lancar dia malah santai-santai dengan apa yang akan dihadapi

c.       Right (Benar secara moral atau aturan)

Hadi merasakan bahwa apa yang dilakukan itu tidaklah sesuai untuk mendapatkan kelancaran dalam presentasi. Secara moral apabila kita dibebani dengan sebuah perintah maka kita harus manjalankan perintah itu dengan baik. Disini hadi tidak bisa melakukan apa yang diperintahkan dengan sebaik mungkin.

Planning

Setelah mengevaluasi bersama dengan konselor Hadi menyadari bahwa apa yang dilakukan olehnya itu tidaklah berimbas baik terhadap dirinya. Hadi menyadari apa yang selama ini dipikirkan dan di lakukan tidak bisa mendukung dirinya untuk berkembang lebih baik lagi malah dapat menghambat perkembangannya dalam belajar dan kuliah. Setelah Hadi menyadari perilaku yang dilakukan itu tidak baik maka Hadi bersama-sama dengan konselor membuat konrtrak dalam upaya mengatasi permasalahan yang dialami oleh Hadi. Diantara kontrak yang disepakati antara Hadi dengan konselor adalah:

1)      Hadi akan lebih giat lagi membaca dan belajar

2)      Hadi mempersiapkan jauh-jauh hari sebelum presentasi dilakukan mulai persiapan diri, fisik dan materi.

3)      Hadi akan menunjukkan kepada teman-temannya bahwa Hadi bisa melakukan seperti apa yang teman-teman lainnya lakukan agar tidak gugup pada saat presentasi berlangsung.

Konselor mendampingi Hadi dalam upaya melancarkan semua perencanaan agar bisa merubah perilaku Hadi menjadi lebih baik.


DAFTAR RUJUKAN

 

Corsini, R. J. (2008). Current Psychotherapies (8th ed.). Belmont, California, United States of America: Thomson Brooks/Cole, a part of The Thomson Corporation.

Sharf, R. S. (2012). Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and Cases (5th ed.). Belmont, California, United States of America: Brooks/Cole, Cengage Learning.